Sabtu, 21 Februari 2015

Tips memilih Calon Istri

Lebih baik memiliki calon Istri yang lebih miskin dari suaminya
karena jika mengawini calon istri yang kaya terdapat 5 masalah
1. Mahalnya mas kawin
2. Melambat2kan peresmian perkawinan
3. Berkurangnya layanan terhadap istri
4. Banyaknya belanja
5. Jika ingin menceraikan pasti tidak sanggup karena takut kehilangan harta nya.
Kalau wanita miskin sebaliknya dari yang 5 diatas
4 hal yang harus lebih rendah istri terhadap suaminya karena kalu tidak Suami akan dihinakan oleh istrinya
1. Umurnya
2. Tinggi badan
3. Hartanya
4. keturunannya
4 hal yang harus lebih tinggi istri terhadap suaminya
1. Cantik
2. Sopan
3. Wara'
4. Akhlak

Jumat, 20 Februari 2015

Jalan Memperoleh Makrifat


APABILA TUHAN MEMBUKAKAN BAGIMU JALAN UNTUK MAKRIFAT, MAKA JANGAN HIRAUKAN TENTANG AMALMU YANG MASIH SEDIKIT KARENA ALLAH S.W.T TIDAK MEMBUKA JALAN TADI MELAINKAN DIA BERKEHENDAK MEMPERKENALKAN DIRI-NYA  KEPADA KAMU.  

Kalam-kalam Hikmat yang diuraikan terlebih dahulu mengajak kita merenung secara mendalam tentang pengartian amal, Qada dan Qadar, kehendak dan ikhtiar, doa dan janji Allah s.w.t , yang semuanya itu mendidik rohani agar melihat kecilnya apa yang datangnya daripada hamba dan betapa besar pula apa yang dikurniakan oleh Allah s.w.t. Rohani yang terdidik begini akan membentuk sikap beramal tanpa melihat kepada amalan itu sebaliknya melihat amalan itu sebagai kurniaan Allah s.w.t yang wajib disyukuri. Orang yang terdidik separti ini tidak lagi membuat tuntutan kepada Allah s.w.t tetapi membuka hati nuraninya untuk menerima taufik dan hidayat daripada Allah s.w.t.  

Orang yang hatinya suci bersih akan menerima pancaran Nur Sir dan mata hatinya akan melihat kepada hakikat bahwa Allah s.w.t, Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Suci dan Maha Tinggi tidak mungkin ditemui dan dikenali kecuali jika Dia mau ditemui dan dikenali. Tidak ada ilmu dan amal yang mampu menyampaikan seseorang kepada Allah s.w.t. Tidak ada jalan untuk mengenal Allah s.w.t. Allah s.w.t hanya dikenali apabila Dia memperkenalkan  „diri-Nya‟. Penemuan kepada hakikat bahwa tidak ada jalan yang terhulur kepada gerbang  makrifat merupakan puncak yang dapat dicapai oleh ilmu. Ilmu tidak mampu pergi lebih jauh dari itu. Apabila mengetahui dan mengakui bahwa tidak ada jalan atau tangga yang dapat mencapai Allah s.w.t maka seseorang itu tidak lagi bersandar kepada ilmu dan amalnya, apa lagi kepada ilmu dan amal orang lain. Bila sampai di sini seseorang itu tidak ada pilihan lagi melainkan menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t.  

Bukan senang mau membulatkan hati untuk menyerah bulat-bulat kepada Allah s.w.t. Ada orang yang mengetuk pintu gerbang makrifat dengan doanya. Jika pintu itu tidak terbuka maka semangatnya akan menurun hingga boleh membawa kepada berputus asa. Ada pula orang yang berpegang dengan janji Allah s.w.t bahwa Dia akan membuka jalan-Nya kepada hamba-Nya yang berjuang pada jalan-Nya. Kuatlah dia beramal agar dia lebih layak untuk menerima kurniaan Allah s.w.t sebagaimana janji-Nya. Dia menggunakan kekuatan amalannya untuk mengetuk pintu gerbang makrifat. Bila pintu tersebut tidak terbuka juga maka dia akan merasa ragu-ragu.  

Dalam perjalanan mencari makrifat seseorang tidak terlepas daripada kemungkinan menjadi ragu-ragu, lemah semangat dan berputus asa jika dia masih bersandar kepada sesuatu selain Allah s.w.t. Hamba tidak ada pilihan kecuali berserah kepada Allah s.w.t, hanya Dia yang memiliki kuasa Mutlak dalam menentukan siapakah antara hamba-hamba-Nya yang layak mengenali Diri-Nya. Ilmu dan amal hanya digunakan untuk membentuk hati yang berserah diri kepada Allah s.w.t. Aslim atau menyerah diri kepada Allah s.w.t adalah perhentian di hadapan pintu gerbang makrifat. Hanya para hamba yang sampai di perhentian aslim ini yang berkemungkinan menerima kurniaan makrifat. Allah s.w.t menyampaikan hamba-Nya di sini adalah tanda bahwa si hamba tersebut dipersiapkan untuk menemui-Nya. Aslim adalah makam berhampiran dengan Allah s.w.t. Siapa yang sampai kepada makam ini haruslah terus membenamkan dirinya ke dalam lautan penyerahan tanpa menghiraukan banyak atau sedikit ilmu dan amal yang dimilikinya. Sekiranya Allah s.w.t kehendaki dari makam inilah hamba diangkat ke Hadrat-Nya.  

Jalan menuju perhentian aslim yaitu ke pintu gerbang makrifat secara umumnya terbagi kepada dua. Jalan pertama dinamakan jalan orang yang mencari dan jalan kedua dinamakan jalan orang yang dicari. Orang yang mencari akan melalui jalan di mana dia kuat melakukan mujahadah, berjuang melawan godaan hawa nafsu, kuat melakukan amal ibadat dan gemar menuntut ilmu. Zahirnya sibuk melaksanakan tuntutan syariat dan batinnya memperteguhkan iman. Dipelajarinya tarekat tasawuf, mengenal sifat-sifat yang tercela dan berusaha mengikiskannya daripada dirinya. Kemudian diisikan dengan sifat-sifat yang terpuji. Dipelajarinya perjalanan nafsu dan melatihkan dirinya agar nafsunya menjadi bertambah suci hingga meningkat ke tahap yang diridoi Allah s.w.t. Inilah orang yang diceritakan Allah s.w.t dengan firman-Nya:   

"Dan orang-orang yang berusaha dengan bersungguh-sungguh karena memenuhi kehendak agama Kami, sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami (yang menjadikan mereka bergembira serta beroleh keridoan); dan sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah beserta orang-orang yang berusaha membaiki amalannya."( Ayat 69 : Surah al-Ankabut )   

"Wahai manusia! Sesungguhnya engkau senantiasa berpenat - (menjalankan keadaan hidupmu) dengan segala upayamu hinggalah (semasa engkau) kembali kepada Tuhanmu, kemudian engkau tetap  menemui balasan apa yang telah engkau usahakan itu (tercatit semuanya)." (Ayat 6 : Surah al-Insyiqaaq )  

Orang yang bermujahadah pada jalan Allah s.w.t dengan cara menuntut ilmu, mengamalkan ilmu yang dituntut, memperbanyakkan ibadat, berzikir, menyucikan hati, maka Allah s.w.t menunjukkan jalan dengan memberikan taufik dan hidayat sehingga terbuka kepadanya suasana berserah diri kepada Allah s.w.t tanpa ragu- ragu dan rido dengan perlakuan Allah s.w.t. Dia dibawa hampir dengan pintu gerbang makrifat dan hanya Allah s.w.t saja yang menentukan apakah orang tadi akan dibawa ke Hadrat-Nya ataupun tidak, dikurniakan makrifat ataupun tidak.  

Golongan orang yang dicari menempuh jalan yang berbeda daripada golongan yang mencari. Orang yang dicari tidak cenderung untuk menuntut ilmu atau beramal dengan tekun. Dia hidup selaku orang awam tanpa kesungguhan bermujahadah. Tetapi, Allah s.w.t telah menentukan satu kedudukan kerohanian kepadanya, maka takdir akan mengheretnya sampai ke kedudukan yang telah ditentukan itu. Orang dalam golongan ini biasanya berhadapan dengan sesuatu peristiwa yang dengan serta-merta membawa perubahan kepada hidupnya. Perubahan sikap dan perbuatan berlaku secara mendadak. Kejadian yang menimpanya selalunya berbentuk ujian yang memutuskan hubungannya dengan sesuatu yang menjadi penghalang di antaranya dengan Allah s.w.t. Jika dia seorang raja yang beban kerajaannya menyebabkan dia tidak mampu mendekati Allah s.w.t, maka Allah s.w.t mencabut kerajaan itu daripadanya. Terlepaslah dia daripada beban tersebut dan pada masa yang sama timbul satu keinsafan di dalam hatinya yang membuatnya menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t dengan sepenuh hatinya. Sekiranya dia seorang hartawan takdir akan memupuskan hartanya sehingga dia tidak ada tempat bergantung kecuali Tuhan sendiri. Sekiranya dia berkedudukan tinggi, takdir mencabut kedudukan tersebut dan ikut tercabut ialah kemuliaan yang dimilikinya, digantikan pula dengan kehinaan sehingga dia tidak ada tempat untuk dituju lagi kecuali kepada Allah s.w.t. Orang dalam golongan ini dihalang oleh takdir daripada menerima bantuan daripada makhluk sehingga mereka berputus asa terhadap makhluk. Lalu mereka kembali dengan penuh kerendahan hati kepada Allah s.w.t dan timbullah dalam hati mereka suasana penyerahan atau aslim yang benar-benar terhadap Allah s.w.t. Penyerahan yang tidak mengharapkan apa-apa daripada makhluk menjadikan mereka rido dengan apa saja takdir dan perlakuan Allah s.w.t. Suasana begini membuat mereka sampai dengan cepat ke perhentian pintu gerbang makrifat walaupun ilmu dan amal mereka masih sedikit. Orang yang berjalan dengan kendaraan bala bencana mampu sampai ke perhentian tersebut dalam masa dua bulan sedangkan orang yang mencari mungkin sampai dalam masa dua tahun.  

Abu Urairah r.a menceritakan yang beliau r.a mendengar Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya:  Allah berfirman: “ Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman kemudian dia tidak mengeluh kepada pengunjung-pengunjungnya maka Aku lepaskan dia dari belenggu-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari yang dahulu dan dia boleh memperbarui amalnya sebab yang lalu telah diampuni semua”.  

Amal kebaikan dan ilmunya tidak mampu membawanya kepada kedudukan kerohanian yang telah ditentukan Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t dengan rahmat-Nya mengenakan ujian bala bencana yang menariknya dengan cepat kepada kedudukan berhampiran dengan Allah s.w.t. Oleh yang demikian tidak perlu dipersoalkan tentang amalan dan ilmu sekiranya keadaan yang demikian terjadi kepada seseorang hamba-Nya. 

#Dikutip dalam Kitab Hikam Karangan Ibnu Athaillah RA

Pengartian Doa

DOA



JANGANLAH KARENA KELAMBATAN MASA PEMBERIAN TUHAN KEPADA KAMU, PADAHAL KAMU TELAH BERSUNGGUH-SUNGGUH BERDOA, MEMBUAT KAMU BERPUTUS ASA, SEBAB ALLAH  MENJAMIN UNTUK MENERIMA SEMUA DOA, MENURUT APA YANG DIPILIH-NYA  UNTUK KAMU, TIDAK MENURUT  KEHENDAK KAMU, DAN PADA WAKTU YANG DITENTUKAN- NYA, TIDAK PADA WAKTU YANG KAMU TENTUKAN.  

Apabila kita berkehendak mendapatkan sesuatu sama ada duniawi maupun ukhrawi maka kita akan berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Jika usaha kita tidak mampu memperolehinya kita akan meminta pertolongan daripada orang yang mempunyai kuasa. Jika mereka juga tidak mampu membantu kita untuk mencapai hajat kita maka kita akan memohon pertolongan daripada Allah s.w.t,  menadah tangan ke langit sambil air mata bercucuran dan suara yang merayu-rayu menyatakan hajat kepada-Nya. Selagi hajat kita belum tercapai selagi itulah kita bermohon dengan sepenuh hati. Tidak ada kesukaran bagi Allah s.w.t untuk memenuhi hajat kita. Sekiranya Dia mengurniakan kepada kita semua khazanah yang ada di dalam bumi dan langit maka pemberian-Nya itu tidak sedikit pun mengurangi kekayaan-Nya. Andainya Allah s.w.t menahan dari memberi maka tindakan demikian tidak sedikit pun menambahkan kekayaan dan kemuliaan-Nya. Jadi, dalam soal memberi atau menahan tidak sedikit pun memberi kesan kepada ketuhanan Allah s.w.t. Ketuhanan-Nya adalah mutlak tidak sedikit pun terikat dengan kehendak, doa dan amalan hamba-hamba-Nya.

"Dan Allah berkuasa melakukan apa yang di kehendaki-Nya." ( Ayat 27 : Surah Ibrahim )   

"Semuanya itu tunduk di bawah kekuasaan-Nya." ( Ayat 116 : Surah al-Baqarah )   

"Ia tidak boleh ditanya tentang apa yang Ia lakukan, sedang merekalah yang akan ditanya kelak." ( Ayat 23 : Surah al-Anbiyaa‟ )  

Sebagian besar daripada kita tidak sadar bahwa kita mensyirikkan Allah s.w.t dengan doa dan amalan kita. Kita jadikan doa dan amalan sebagai kuasa penentu atau setidak-tidaknya kita menganggapnya sebagai mempunyai kuasa tawar menawar dengan Tuhan, seolah-olah kita berkata, “Wahai Tuhan! Aku sudah membuat tuntutan maka Engkau wajib memenuhinya. Aku  sudah beramal maka Engkau wajib membayar upahnya!” Siapakah yang berkedudukan sebagai Tuhan, kita atau Allah s.w.t? Sekiranya kita tahu bahwa diri kita ini adalah hamba maka berlagaklah sebagai hamba dan jagalah sopan santun terhadap Tuan kepada sekalian hamba-hamba. Hak hamba ialah rela dengan apa juga keputusan dan pemberian Tuannya.

 Doa adalah penyerahan bukan tuntutan. Kita telah berusaha tetapi gagal. Kita telah meminta pertolongan makhluk tetapi itu juga gagal. Apa lagi pilihan yang masih ada kecuali menyerahkan segala urusan kepada Tuhan yang di Tangan-Nya terletak segala perkara. Serahkan kepada Allah s.w.t dan tanyalah kepada diri sendiri mengapa Tuhan menahan kita dari memperolehi apa yang kita hajatkan? Apakah tidak mungkin apa yang kita inginkan itu boleh mendatangkan mudarat kepada diri kita sendiri, hingga lantaran itu Allah s.w.t Yang Maha Penyayang menahannya daripada sampai kepada kita? Bukankah Dia Tuhan Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang lagi Maha Mengetahui.

"Tidakkah Allah yang menciptakan sekalian makhluk itu mengetahui (segala- galanya)? Sedang Ia Maha Halus urusan Kehendakan-Nya, lagi Maha Mendalam Pengetahuan-Nya." ( Ayat 14 : Surah al-Mulk )

"Dialah yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, (dan Dialah jua) yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana." ( Ayat 18 : Surah at-Taghaabun )   

"Apa saja ayat keterangan yang Kami mansuhkan (batalkan), atau yang Kami tinggalkan (atau tangguhkan), Kami datangkan ganti yang lebih baik daripadanya, atau yang sebanding dengannya. Tidakkah engkau mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu?" ( Ayat 106 : Surah al-Baqarah )  

Allah s.w.t Maha Halus (Maha Terperinci/Detail), Maha Mengarti dan Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Allah s.w.t yang bersifat demikian menentukan buat diri-Nya yang apa saja yang Dia mansuhkan digantikannya dengan yang lebih baik atau yang sama baik. Dia boleh berbuat demikian karena Dia tidak bersekutu dengan siapa pun dan Dia Maha Berkuasa.   Seseorang hamba senantiasa berhajat kepada pertolongan Tuhan. Apa yang dihajatinya disampaikannya kepada Tuhan. Semakin banyak hajatnya semakin banyak pula doa yang disampaikannya kepada Tuhan. Kadang-kadang berlaku satu permintaan  berlawanan dengan permintaan yang lain atau satu permintaan itu menujung permintaan yang lain. Manusia hanya melihat kepada satu doa tetapi Allah s.w.t menerima kedatangan semua doa dari satu orang manusia itu. Manusia yang dikuasai oleh kalbu jiwanya berbalik-balik dan keinginan serta hajatnya tidak menetap. Tuhan yang menguasai segala perkara tidak berubah-ubah. Manusia yang telah meminta satu kebaikan boleh meminta pula sesuatu yang tidak baik atau kurang baik. Tuhan yang menentukan yang terbaik untuk hamba-Nya tidak berubah kehendak-Nya. Dia telah menetapkan buat Diri-Nya:

Bertanyalah (wahai Muhammad): “Hak milik siapakah segala yang ada di langit dan di bumi?” Katakanlah: “(Semuanya itu) adalah milik Allah! Ia telah menetapkan atas diri-Nya memberi rahmat.” (Ayat 12 : Surah al-An‟aam )  

Orang yang beriman selalu mendoakan:  “Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab  neraka”. ( Ayat 201 : Surah al-Baqarah )  

Hamba yang mendapat rahmat dari Allah s.w.t diterima doa di atas dan doa tersebut menjadi induk kepada segala doa-doanya. Doa yang telah diterima oleh Allah s.w.t menapis doa-doa yang lain. Jika kemudiannya si hamba meminta sesuatu yang mendatangkan kebaikan hanya kepada penghidupan dunia saja, tidak untuk akhirat dan tidak menyelamatkannya dari api neraka, maka doa induk itu menahan doa yang datang kemudian. Hamba itu dipelihara daripada didatangi oleh sesuatu yang menggerakkannya ke arah yang ditunjukkan oleh doa induk itu. Jika permintaannya sesuai dengan doa induk itu dia dipermudahkan mendapat apa yang dimintanya itu.

Oleh sebab itu doa adalah penyerahan kepada Yang Maha Penyayang dan Maha Mengetahui. Menghadaplah kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya serta ucapkan, “Wahai Tuhanku Yang Maha Lemah-lembut, Maha Mengasihani, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana! Saya adalah hamba yang bersifat tergopoh gopoh, lemah dan jahil. Saya mempunyai hajat  tetapi saya tidak mengetahui akibatnya bagiku, sedangkan Engkau Maha Mengetahui. Sekiranya hajatku ini baik akibatnya bagi dunia dan akhiratku dan melindungiku dari api neraka maka kurniakan ia kepada saya pada saat yang baik bagiku menerimanya. Jika kesudahannya buruk bagi dunia dan akhiratku dan mendorongku ke neraka, maka jauhkan ia daripa saya dan cabutkanlah keinginanku terhadapnya. Sesungguhnya Engkaulah Tuhanku Yang Maha Mengarti dan Maha Berdiri Dengan Sendiri”.

"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dirancangkan berlakunya, dan Dialah juga yang memilih (satu-satu dari makhluk-Nya untuk sesuatu tugas atau keutamaan dan kemuliaan); tidaklah layak dan tidaklah berhak bagi siapapun memilih (selain dari pilihan Allah). Maha Suci Allah dan Maha Tinggilah keadaan-Nya dari apa yang mereka sekutukan dengan-Nya." { Ayat 68 : Surah al-Qasas } 

Renungan menuju perubahan



Manusia yang sebenar benarnya buta adalah Mereka yang hidup tanpa dapat melihat adanya kematian di hadapan mereka